Sabtu, 02 Agustus 2008

PENGEREMAN DINAMIK PADA MOTOR INDUKSI TIGA FASA

PENGEREMAN DINAMIK PADA MOTOR INDUKSI TIGA FASA

Agung Warsito, Mochammad Facta, M Anantha B P
a.warsito@elektro.ft.undip.ac.id, facta@elektro.ft.undip.ac.id
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Abstrak
Motor induksi tiga fasa banyak digunakan
oleh dunia industri karena memiliki beberapa
keuntungan antara lain motor ini sederhana, murah
dan mudah pemeliharaannya. Pada penggunaan
motor induksi sering dibutuhkan proses
menghentikan putaran motor dengan cepat,
terutama aplikasi untuk konveyor. Untuk
menghentikan putaran rotor, torsi pengereman
diperlukan yang dapat dihasilkan secara mekanik
maupun secara elektrik.
Pengereman untuk menghentikan putaran
motor induksi dapat dirancang secara dinamik,
yaitu sistem pengereman yang dilakukan dengan
membuat medan magnetik motor stasioner.
Keadaan tersebut dilaksanakan dengan
menginjeksikan arus DC pada kumparan stator
motor induksi tiga fasa setelah hubungan kumparan
stator dilepaskan dari sumber tegangan suplai AC.
Metode pengereman dinamik memiliki
keuntungan antara lain kemudahan
pengaturan kecepatan pengereman
terhadap motor induksi tiga fasa dan
kerugian mekanis dapat dikurangi.
Dengan mengaplikasikan pengereman
dinamik pada motor induksi tiga fasa
didapatkan hasil proses menghentikan
putaran motor induksi lebih cepat
dibandingkan tanpa pengereman
dinamik

I. PENDAHULUAN

Motor induksi tiga fasa banyak digunakan oleh dunia industri karena memiliki beberapa
keuntungan. Keuntungan yang dapat diperoleh dalam pengendalian motor–motor induksi tiga fasa yaitu, struktur motor induksi tiga fasa lebih ringan (20% hingga 40%) dibandingkan motor arus searah (DC) untuk daya yang sama, harga satuan relatif lebih murah, dan perawatan motor induksi tiga fasa lebih hemat.
Pengereman pada motor induksi tiga fasa, secara umum masih menggunakan metoda yang
sederhana, dengan cara pengereman mekanik dimana torsi pengereman dihasilkan oleh peralatan pengereman yang berupa sepatu rem dan drum yang terpasang pada poros rotor. Pada pengereman ini energi putar dari rotor dikurangi dengan cara menekan poros rotor menggunakan sepatu rem. Pengereman secara mekanik membutuhkan jadwal pemeliharaan
teratur karena terdapat rugi – rugi mekanis seperti gesekan yang menimbulkan panas dan menghasilkan debu akibat gesekan. Pengereman untuk menghentikan putaran motor induksi dapat dirancang secara dinamik, yaitu menggunakan sistem pengereman yang dilakukan dengan membuat medan magnetik motor stasioner.
Keadaan tersebut dilaksanakan dengan menginjeksikan arus DC pada kumparan stator motor induksi tiga fasa setelah hubungan kumparan stator dilepaskan dari sumber tegangan suplai AC. Metode pengereman dinamik (dynamic braking) memiliki keuntungan antara lain kemudahan pengaturan kecepatan pengereman terhadap motor induksi tiga fasa.

II. DASAR TEORI

2.1 Motor Induksi [1,3]

Pada motor induksi arus rotor bukan diperoleh dari sumber tertentu, tetapi merupakan arus yang terinduksi sebagai akibat perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar yang dihasilkan oleh stator.

2.2 Konstruksi Motor Induksi Tiga Fasa[1,3]

Motor induksi tiga fasa memiliki dua komponen dasar yaitu stator dan rotor, bagian rotor dipisahkan dengan bagian stator oleh celah udara yang sempit (air gap) dengan jarak antara 0,4 mm sampai 4 mm. Tipe dari motor induksi tiga fasa berdasarkan lilitan pada rotor dibagi menjadi dua macam yaitu rotor belitan (wound rotor) adalah tipe motor induksi yang memiliki rotor terbuat dari lilitan yang sama dengan lilitan statornya dan rotor sangkar tupai (Squirrel-cage rotor) yaitu tipe motor induksi dimana konstruksi rotor tersusun oleh beberapa batangan logam yang dimasukkan melewati slot-slot yang ada pada rotor motor induksi, kemudian setiap bagian disatukan oleh cincin sehingga membuat batangan logam terhubung
singkat dengan batangan logam yang lain.

2.3 Beban Motor Induksi Tiga Fasa

Dalam melaksanakan pengujian pengereman dinamik digunakan dinamometer DC (generator-motor 1 Transmisi, Vol. 11, No. 1, Juni 2006 : 1 - 5 arus searah) sebagai beban motor induksi.
Dinamometer DC dalam percobaan berfungsi untuk mengubah energi mekanik menjadi energi
listrik.

2.4 Pengereman pada Motor listrik[6,8,10,14]

Pengereman secara elektrik, torsi pengereman dihasilkan berdasarkan nilai arus injeksi yang diberikan pada belitan stator.
Pada pengereman secara elektrik energi putaran rotor diubah menjadi energi elektrik yang
kemudian dikembalikan ke suplai daya, atau dengan memberikan suatu medan magnet stasioner
pada stator sehingga putaran rotor akan berkurang dengan sendirinya, pengereman secara elektrik lebih halus dan tidak ada hentakan yang terjadi.
Pengereman secara elektrik tidak dapat menghasilkan torsi untuk menahan beban dalam
keadaan sudah berhenti dan membutuhkan sumber energi listrik untuk mengoperasikannya.

2.5 Pengereman Dinamik

Pengereman dinamik digunakan untuk menghentikan putaran rotor motor induksi.
Tegangan pada stator diubah dari sumber tegangan AC menjadi tegangan DC dalam waktu yang
sangat singkat. Torsi yang dihasilkan dari pengereman tergantung pada besar arus DC yang
diinjeksikan pada belitan stator. Pada gambar 2.1. menunjukkan bentuk rangkaian pengereman
dengan injeksi arus searah pada motor induksi tiga fasa.
Trafo
Step Down
Stator
Motor
K1
M
3~
K2
Penyearah
Gambar 2.1 Pengereman dinamis dengan injeksi arus searah pada motor induksi tiga fasa.

Arus searah yang diinjeksikan pada kumparan stator akan mengembangkan medan stasioner untuk menurunkan tegangan pada rotor.
Oleh karena kumparan rotor terhubung singkat, arus yang mengalir menghasilkan medan magnet.
Medan magnet akan berputar dengan kecepatan yang sama dengan rotor tetapi dengan arah yang berlawanan untuk menjadikan stasioner terhadap stator.
Interaksi medan resultan dan gerak gaya magnet rotor akan mengembangkan torsi yang berlawanan dengan torsi motor sehingga pengereman terjadi. Torsi pengereman yang dihasilkan tergantung pada besarnya arus injeksi DC pada belitan stator, karena torsi pengereman sebanding dengan arus injeksi. Sedangkan nilai tahanan (R) berpengaruh pada nilai kecepatan torsi pengereman terjadi. Semakin kecil nilai tahanan (R), semakin cepat torsi pengereman terjadi.

2.6 Penyearah Penuh Satu Fasa

Penyearah yang dipakai pada alat ini adalah penyearah gelombang penuh dengan menggunakan
transformator step down dan mempunyai keluaran tegangan DC positif. Rangkaian penyearah gelombang penuh dengan menggunakan transformator step down dapat dilihat pada gambar 2.2.
Pada saat setengah siklus positif dioda D2 dan D3 akan konduksi untuk menghasilkan satu siklus positif dan pada siklus negatip dioda D4 dan D1 akan konduksi untuk menghasilkan satu siklus negatif.
V A C
D 3
D 1 D 2
D 4
2 2 0 v
0 v
+
N 1 N 2
+
V D C
Gambar 2.2 Penyearah gelombang penuh

III. PENGUJIAN

Blok diagram pengujian seperti tampak pada gambar dibawah ini.
SUPLAI AC
TIGA FASA
PANEL KONTROL MOTOR INDUKSI
TIGA PHASA
GENERATOR DC BEBAN
S U P L A I A C
S A T U F A S A
T R A F O S T E P D O W N P E N Y E A R A H
P E N U H S A T U F A S A
Gambar 3.1 Diagram blok

3.1.Pengujian Lama Waktu Berhenti Motor Induksi Tiga Fasa tanpa Pengereman Dinamik

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui lama waktu berhenti motor induksi tiga fasa tanpa pengereman dinamik. Hasil pengujian ini untuk mengetahui selisih lama waktu berhenti dengan dan tanpa pengereman dinamik. Gambar rangkaian penghentian motor induksi tiga fasa tanpa
pengereman dinamik diperlihatkan pada gambar 3.2.
M
M C B 3 F a s a M C B 1 F a s a
K o n t a k U t a m a N O
K o n t a k t o r 1 K o n t a k N C T i m e r 1
P u s h B u t t o n N C 1
P B N T O L R O 1
K o n t a k B a n t u N O
K o n t a k t o r 1
K o n t a k B a n t u N O
K o n t a k t o r 2
K o n t a k B a n t u N C
K o n t a k t o r 2
K o n t a k B a n t u N C
K o n t a k t o r 1
K o n t a k t o r 1 P i l o t L a m p K 2 T 1 R 1
M o t o r I n d u k s i
T i g a F a s a
Gambar 3.2 Rangkaian penghentian motor induksi tiga fasa tanpa pengereman dinamik

3.2.Perhitungan Besar Arus Injeksi DC untuk Pengereman Dinamik pada Motor Induksi Tiga Fasa

Sebelum melaksanakan pengujian pengereman dinamik terlebih dahulu melakukan perhitungan besar arus injeksi sesuai rumus pada masing-masing konfigurasi dibawah ini.
IDC
IDC
IDC
IDC IDC
IDC
(a)
STATOR
1/3
1/3
2/3
STATOR
STATOR
(b) (c)
1/2
1/2
STATOR
STATOR
STATOR
(d) (e) (f)
Gambar 3.3 Konfigurasi hubungan belitan stator untuk pengereman dinamik

Pada rangkaian pengereman dinamik untuk keenam konfigurasi rumus arus injeksi Idc
ditabulasikan pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Rumus arus injeksi DC pada keenam konfigurasi hubungan belitan stator untuk pengereman dinamis
N
o.
Uraian Rumus
1 Konfigurasi A Idc Iac
2
3 =
2 Konfigurasi B Idc = 2Iac
3 Konfigurasi C Idc Iac
2
3 =
4 Konfigurasi D Idc Iac
3
2 =
5 Konfigurasi E
2 2
3Iac
Idc =
6 Konfigurasi F
2 2
3Iac
Idc =

3.3.Pengujian Lama Waktu Berhenti Motor Induksi Tiga Fasa dengan Pengereman Dinamik

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui lama waktu berhenti motor induksi tiga fasa dengan
pengereman dinamik. Hasil percobaan ini untuk mengetahui selisih lama waktu berhenti dengan dan tanpa pengereman dinamik. Gambar rangkaian penghentian motor induksi tiga fasa dengan pengereman dinamik untuk keenam konfigurasi hubungan belitan stator diperlihatkan pada gambar 3.3.
M
M C B S a t u F a s a
K o n t a k N C T i m e r 1
K o n t a k N O K o n t a k t o r 2
K o n t a k N O K o n t a k t o r 1
P u s h B u t t o n 1 N C
P u s h B u t t o n 1 N 0
K o n t a k N C K o n t a k t o r 1 K o n t a k N C K o n t a k t o r 2
K 1 P i l o t L a m p K 2 T 1 R 1
T r a f o S t e p D o w n
P e n y e a r a h
M C B T i g a F a s a
T O L R
M o t o r I n d u k s i
T i g a F a s a
K o n t a k U t a m a N 0
K o n t a k t o r 1
Gambar 3.4 Rangkaian penghentian motor induksi tiga fasa dengan pengereman dinamik pada salah satu konfigurasi

IV. HASIL PENGUJIAN.

4.1 Lama Waktu Berhenti Motor Induksi Tiga Fasa tanpa Pengereman Dinamik pada Variasi Tegangan 110, 220, 380 Volt Beban Lampu 75 dan 150 Watt

Pada pengujian untuk mengetahui waktu berhenti motor induksi tiga fasa tanpa pengereman dinamik untuk variasi tegangan 110, 220, 380 Volt beban lampu 75 dan 150 Watt pada keenam variasi hubungan belitan stator hasilnya digambarkan dalam grafik sebagai berikut :
3
Transmisi, Vol. 11, No. 1, Juni 2006 : 1 - 5
5,4 5,55 5,6
0,38 0,57
1,31
0
1
2
3
4
5
6
110 220 380
Tegangan Belitan Stator
Besar Waktu Berhenti dan Arus
Waktu Berhenti (Detik) Arus (Ampere)
Gambar 4.1 Grafik hubungan waktu berhenti dengan arus pada variasi hubungan belitan stator hubung bintang beban lampu 75 Watt
4.04 4.3 4.38
1.32
0.48 0.59
0
1
2
3
4
5
110 220 380
Tegangan Belitan Stator
Besar Waktu Berhenti dan Arus
Waktu Berhenti (Detik) Arus (Ampere)
Gambar 4.2 Grafik hubungan waktu berhenti dengan aruspada variasi hubungan belitan stator hubung bintang beban lampu 150 Watt

Berdasarkan grafik 4.1 dan 4.2 dapat dianalisa berdasarkan hasil pengujian untuk belitan stator hubung bintang bahwa waktu ratarata berhenti untuk beban lampu 150 Watt lebih cepat dibanding beban lampu 75 Watt. Namun waktu berhenti rata-rata beban lampu 75 Watt dan
150 Watt cenderung semakin lama jika tegangan cenderung naik.
5.6 5.66
0.87
2.29
0
1
2
3
4
5
6
110 220 Tegangan Belitan Stator
Besar Waktu Berhenti dan Arus
Waktu Berhenti (Detik) Arus (Ampere)
Gambar 4.3 Grafik hubungan waktu berhenti dengan arus pada variasi hubungan belitan stator hubung segitiga beban lampu 75 Watt
4.25 4.27
0.91
2.33
0
1
2
3
4
5
110 220 Tegangan Belitan Stator
Besar Waktu Berhenti dan Arus
Waktu Berhenti (Detik) Arus (Ampere)
Gambar 4.4 Grafik hubungan waktu berhenti dengan arus pada variasi hubungan belitan stator hubung segitiga beban lampu 150 Watt
B
erdasarkan grafik 4.3 dan 4.4 dapat dianalisa berdasarkan hasil percobaan untuk belitan stator hubung bintang bahwa waktu rata-rata berhenti untuk beban lampu 150 Watt lebih cepat dibanding beban lampu 75 Watt. Namun waktu berhenti rata-rata beban lampu 75 Watt dan 150 Watt cenderung semakin lama jika tegangan cenderung naik.
Berdasarkan grafik 4.1, 4.2, 4.3 dan 4.4 dapat dianalisa berdasarkan hasil percobaan untuk belitan stator hubung bintang dan segitiga bahwa waktu rata-rata berhenti cenderung sama pada masing-masing variasi tegangan karena tanpa pengereman dinamik.

4.2 Lama Waktu Berhenti Motor Induksi Tiga Fasa dengan Pengereman Dinamik pada Variasi Tegangan 110, 220, 380 Volt Beban Lampu 75 dan 150 Watt

Pada pengujian untuk mengetahui waktu berhenti motor induksi tiga fasa dengan pengereman dinamik untuk variasi tegangan 110, 220, 380 Volt beban lampu 75 dan 150 Watt pada keenam variasi hubungan belitan stator hasilnya digambarkan dalam grafik sebagai berikut :
4.07
3.15
1.26
0.47 0.71
1.6
0
1
2
3
4
5
110 220 380
Tegangan Belitan Stator
Besar Waktu Berhenti dan Arus
Waktu Berhenti (Detik) Arus (Ampere)
Gambar 4.5 Grafik hubungan waktu berhenti dengan arus pada variasi hubungan belitan stator hubung bintang beban lampu 75 Watt

2.89
0.96
2.15
0.6 0.72
1.61
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
110 220 380
Tegangan Belitan Stator
Besar Waktu Berhenti dan Arus
Waktu Berhenti (Detik) Arus (Ampere)
Gambar 4.6 Grafik hubungan waktu berhenti dengan arus pada variasi hubungan belitan stator hubung bintang beban lampu 150 Watt

Berdasarkan grafik 4.5 dan 4.6 dapat dianalisa berdasarkan hasil pengujian untuk belitan stator hubung bintang bahwa waktu rata-rata berhenti untuk beban lampu 150 Watt lebih cepat dibanding beban lampu 75 Watt walau arus injeksi DC relatif sama.
2.84
1.01.27 2
2.54
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
110 220 Tegangan Belitan Stator
Besar Waktu Berhenti dan Arus
Waktu Berhenti (Detik) Arus (Ampere)
Gambar 4.7 Grafik hubungan waktu berhenti dengan aruspada variasi hubungan belitan stator hubung segitiga beban lampu 75 Watt
2.33
0.95
1.31
2.58
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
110 220 Tegangan Belitan Stator
Besar Waktu Berhenti dan Arus
Waktu Berhenti (Detik) Arus (Ampere)
Gambar 4.8 Grafik hubungan waktu berhenti dengan arus pada variasi hubungan belitan stator hubung segitiga beban lampu 150 Watt

Berdasarkan grafik 4.7 dan 4.8 dapat dianalisa berdasarkan hasil pengujian untuk belitan stator hubung bintang bahwa waktu rata-rata berhenti untuk beban lampu 150 Watt lebih cepat dibanding beban lampu 75 Watt walau arus injeksi DC relatif sama.
Berdasarkan grafik 4.5, 4.6, 4.7 dan 4.8 dapat dianalisa berdasarkan hasil percobaan untuk
belitan stator hubung bintang dan segitiga bahwa waktu rata-rata berhenti cenderung semakin kecil ketika tegangan dan arus injeksi DC semakin besar.

IV. KESIMPULAN

Dari hasil pengujian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Waktu berhenti motor induksi tanpa pengereman dinamik semakin lama jika tegangan belitan stator bertambah besar dan waktu berhenti berkurang jika beban lampu bertambah besar.
2. Waktu berhenti motor induksi belitan stator hubung bintang konfigurasi A, B dan E dengan pengereman dinamik berkurang jika arus injeksi dc, tegangan belitan stator dan beban lampu bertambah besar .
3. Waktu berhenti motor induksi belitan stator hubung segitiga konfigurasi C, D dan F dengan pengereman dinamik berkurang jika arus injeksi dc, tegangan belitan stator dan beban lampu bertambah besar.
4. Waktu berhenti motor induksi dengan pengereman dinamik berkurang dibandingkan tanpa pengereman dinamik.
5. Pengereman dinamik konfigurasi A, B, E untuk belitan stator hubung bintang cenderung mempunyai karakteristik yang sama
6. Pengereman dinamik konfigurasi F untuk belitan stator hubung segitiga cenderung mempunyai karakteristik yang lebih baik dibanding konfigurasi C, D karena arus injeksi DC tidak terlalu besar tetapi mempunyai waktu berhenti yang kecil.


"Tjetjep"

Sumber : http://boomx.wordpress.com/category/modul-artikel/

DAFTAR PUSTAKA
[1] Eugene C. Lister, Ir. Drs. Hanapi Gunawan, Mesin
Dan Rangkaian Listrik, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1993.
[2] Fizgerald, Kingsley, Umans, Mesin - Mesin Listrik,
Penerbit Erlangga, Jakarta, 1997.
[3] Harten, P. Van, Instalasi Listrik Arus Kuat 3,
CV. Trimitra Mandiri, Jakarta, 1978.
[4] I J Nagrath, D P kothari, Electric Machines, Tata
McGraw-Hill Publishing Co. Ltd., New Delhi, 1985.
[5] Kadir A, Mesin Tak Serempak, Djambatan,
Jakarta,1981.
[6] M. Chilikin, Electric Drive, MIR Publisher, Moscow,
1970.
[7] M. Rashid, Power Electronics Circuit, Device, and
Aplication 2nd, Prentice-Hall International Inc, 1988.
[8] M. V. Deshpande, Electric Motors: Applications And
Control, A. H. Wheeler & Co.Ltd, India, 1990.
[9] ---, Peraturan Umum Instalasi Listrik 2000.
[10] P. C. Sen, Principles Of Electric Machines And
Power Electronics, Second Edition, John Wiley & Sons,
USA, 1997.
[11] Sumanto, MA, Motor Listrik Arus Bolak-Balik, Endi
Offset, Yogyakarta, 1993.
[12] Team, Instalasi Listrik, TEDC, Bandung.
[13] Theodore Wildi, Electrical Machines, Drives and
Power Systems 3rd,Prentice Hall Inc, New Jersey, 1997.
5
Transmisi, Vol. 11, No. 1, Juni 2006 : 1 - 5
[14] Vedam Subrahmanyam, Electric Drives,
Concepts and Applications, Tata McGraw-Hill,
New Delhi, 1994.
[15] Zuhal, Dasar Tenaga Listrik Dan Elektronika
Daya, Gramedia, Jakarta, 1995.

OSILATOR

OSILATOR

PENDAHULUAN
Praktikum kali ini adalah suatu konsep pendalaman tentang elektronika analog yang mencakup beberapa aspek pengetahuan dasar tentang impedansi, reaktansi, resistansi, penguatan, umpan balik, penapisan, daerah kerja, stabilitas, kontrol dan distorsi, baik elektronis, linearitas, harmonik bahkan multiplikatif serta teori gelombang di dalam elektronika.
Osilator elektronis adalah suatu rangkaian penguat yang dikondisikan agar dapat menghasilkan isyarat listrik periodik. Bentuk gelombang yang memegang peranan penting dewasa ini adalah sinusoida, gigi gergaji dan pulsa. Osilator bisa dibangun dengan menggunakan komponen yang memperlihatkan karakteristik resistansi-negatif dan lazimnya hal ini adalah dioda terobosan dan transistor satu lapis. Namun demikian sebagian besar rangkaian rangkaian osilator didasarkan pada penguat dengan loop umpan balik positif. Jika sebagian dari keluaran penguat diumpanbalikan sefasa dengan masukkan, maka masukkan efektifnya ditingkatkan dan dengan demikian penguatan keseluruhannya.
Penguatan tinggi yang timbul dari penggunaan umpan balik positif dapat dipakai untuk memelihara amplitudo osilasi dengan penggantian kerugian-kerugian yang terjadi dalam jaringan penentu frekuensi.

TUJUAN PECOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini, para peserta sangat diharapkan menguasai pengetahuan tentang:
1. Pengaturan penguatan dan umpan balik.
2. Penapisan dan penalaan frekuensi isyarat suatu gelombang.
3. Stabilitas osilasi dan titik kerja serta daerah kerja suatu penguat.
4. Adanya distorsi harmonik yang terdapat pada suatu sistem osilasi.

ALAT PRAKTIKUM
Pokok utama permasalahan dalam osilator agar senantiasa dapat berosilasi adalah bahwa adanya faktor balikan positif. Deskripsi rangkaian secara umum ditunjukkan sebagai berikut
Positif feed back pada osilator

Perhatikan bahwa nilai [Aβ] = 1, dan beda fasa antara isyarat masukkan dan isyarat keluaran haruslah kelipatan 2π. Dua hal ini adalah kriteria Berkhausen sebagai syarat cukup terjadinya osilasi pada sistem penguat.
Adapun persyaratan bagi rangkaian yang menghasilkan osilasi terus menerus adalah :
1. penguatan untuk memelihara osilasi
2. umpan balik positif
3. jaringan penentu frekuensi
4. catu daya
Sedangkan persyaratan utama bagi osilator gelombang sinus adalah :
1. frekuensi dan daerah frekuensi
2. amplitudo keluaran dan kemantapan
3. kemantapan frekuensi
4. kemurnian keluaran, yaitu banyaknya cacat harmonik yang terdapat dalam bentuk gelombang keluaran.
Dalam beberapa penerapan kemantapan frekuensi, hal ini diipersyaratkan setinggi mungkin. Untuk jangka panjang perubahan harga-harga komponen dan parameter karena usia akan menyebabkan perubahan yang sebanding dengan frekuensi, tetapi untuk stabilitas penggunaan akan sangat dipengaruhi oleh :
1. variasi beban osilator
2. stabilitas tegangan catu daya
3. berubahnya harga komponen karena
– perubahan suhu
– medan magnetik
– medan listrik
– gangguan mekanik
Secara sederhana dasar feed back rangkaian osilator adalah jaringan reaktansi yang terdiri dari Z1 Z2 dan Z3. Untuk kemudian dikembangkan - A+Z1Z2Z3
Rangkaian resonansi

Menjadi beberapa jenis osilator yaitu dengan mengambil Z = j X , dengan j adalah tanda bagian kompleks dari impedansi dan X adalah reaktansi.
a. Osilator resonans X1 = XL XC X2 = XL XC X1 tak ada
b. Osilator Colpitt X1 = XC X2 =XC X3 = XL
c. Osilator Hartley X1 = XL X2 = XL X3 = XC

Tugas pendahuluan

1. Apa yang terjadi bila nilai [Aβ] > 1 atau [Aβ] < x1 =" XL" x2 =" XL" x1 =" XC" x2 ="XC" x3 =" XL" x1 =" XL" x2 =" XL" x3 =" XC">> Cseri.
7. Tentukan frekuensi osilasi untuk rangkaian osilator colpit, dan turunkan hubungan antara β dan ω 0 ketika terjadi osilasi.
8. Apa pengaruh ripple yang terjadi pada catu daya terhadap rangkaian osilator di atas.
9. Tentukan frekuensi osilasi untuk rangkaian osilator resonans, dan turunkan hubungan antara β dan ω 0 ketika terjadi osilasi.
Osilator Collpit

10. Tentukan frekuensi osilasi untuk rangkaian osilator hartley, dan hubungan antara β dan ω 0 ketika terjadi osilasi.
11. Apa pengaruh ripple yang terjadi pada catu daya terhadap rangkaian osilator di atas.
12. Bagaimana perubahan frekuensi yang terjadi jika pada lilitan ini ditambahkan suatu bahan ferromagnetik atau diamagnetik
13. Apa yang anda ketahui tentang distorsi harmonik dan distorsi harmonik total (THD). Terangkan penyebab terjadinya distorsi harmonik secara fisis dan elektronis.
14. Pelajari metoda yang digunakan oleh lissajous untuk mengamati adanya distorsi harmonik genap, harmonik ganjil serta adanya perbedaan fasa dan perbedaan frekuensi. Kemampuan analisa ini akan digunakan dalam percobaan osilator.

Percobaan
1. Catat tegangan ripple yang terjadi pada catu daya yang digunakan ketika ditarik arus beban sebesar 100mA.
2. Susun seluruh komponen sesuai skema berikut
Osilator Collpit

3. Lihat dan catat sinyal yang terjadi pada beberapa titik pengamatan seperti pada emitor, basis dan kolektor terhadap ground.
4. Cari besarnya harga ω0 (frekuensi osilasi) pada keluaran.
5. Bandingkan isyarat keluaran pada (kolektor-ground) dengan suatu sinyal generator referensi melalui lissajous (pastikan beda fasa kedua sinyal ini selalu tetap).
6. Ubahlah kapasitor 10nF dengan 39nF lalu 100nF.
7. Lakukan hal yang sama seperti No. 4 dan No. 5.a.
8. Ganti besarnya harga harga RE 27K dengan 82K, 18K, 18K, dan 10K .
9. Catat dalam suatu table harga RE, ω 0 dan V0.
10. Ubah-ubah tegangan +Vcc dan amati perubahan RE, ω 0 dan V0.
11. Ganggu coil yang digunakan dengan bahan logam / magnetik, amati kejadian ini lalu beri komentar pendekatan secara teori.
12. Buatlah rangkaian pemandu gelombang seperti terlihat pada gambar 100K

Rangkaian pemadu gelombang

- Set masing-masing sinyal generator pada 2Vpp sinusoida 1kHz.
- Lakukan pengukuran serempak pada satu osiloskop di titik a dan c, periksa apakah frekuensi dan fasa SG1 = SG2 (pastikan triger osiloskop anda pada kedudukan alternatif).
- Pindahkan probe di titik c menjadi di titik b.
- Amati paduan gelombang isyarat pada a dan b melalui metoda lissajous untuk kondisi-kondisi berikut:
- Perkecil amplitudo SG1 sekecil mungkin.
- Set frekuensi SG1 = 2KHz sehingga di dapat pola yang mantap.
- Perbesar amplitudo SG2 perlahan-lahan
- Analisa hasil pola yang didapat.
17. Lakukan berulang-ulang percobaan 16 untuk frekuensi SG1 pada 3kHz, 4kHz, 5kHz, 6kHz, lalu apa kesimpulan yang anda dapat ?
18. Setelah usai praktikum minta pada asisten untuk diterangkan tentang teori gelombang di dalam elektronik !

LAPORAN


1. Apa pengaruh adanya ripple catu daya terhadap besar amplitudo dan frekuensi osilasi osilator.
2. Buat rangkaian setara transistor sederhana melalui pendekatan parameter-h untuk osilator collpit ini, pisahkan mana yang disebut bagian penguat, bagian penentu frekuensi dan bagian umpan balik.
3. Hitung besarnya penguatan open loop A dan penguatan umpan balik  dari harga-harga tegangan input dan output penguat.
4. Bagaimana pendapat anda tentang tolenransi komponen setelah membandingkan frekuensi osilasi yang terjadi dengan frekuensi osilasi menurut perhitungan teori.
5. Bagaimana anda dapat menunjukkan secara lissajous bahwa frekuensi suatu sinya osilator adalah 2, 3, 4, 5 atau 6 kali frekuensi sinyal osilator yang lain.
6. Apa fungsi C1, dan apa akibatnya bila harganya diperbesar.
7. Apa fungsi utama C3 dan mengapa harus dilakukan ini.
8. Dapatkah mengatur besarnya frekuensi dan amplitudo dari tegangan catu daya yang diberikan, sebutkan alasan dan pertimbangannya.
9. Apa yang mensyaratkan kemungkinan terjadinya distorsi harmonik pada sinyal gelombang elektronik, bandingkan dengan kejadian pada osilasi gelombang mekanik.
Mungkinkah didapatkan distorsi harmonik yang memiliki frekuensi di bawah frekuensi osilasi ? Jelaskan !


"Tjetjep"


Sumber : http://boomx.wordpress.com/category/modul-artikel/

Jumat, 01 Agustus 2008

Rancang Bangun Aplikasi PLC untuk Pengendalian Konveyor
pada Pengepakan Barang

Nurgiyatna, Joko Prasetyo, Faranita Surwi, Ambar Eni Heriastuti
Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Surakarta


Abstrak
Pada awalnya sistem kontrol untuk pengendali otomatis perangkat-perangkat
mesin di industri berupa rangkaian relay. Namun sistem kontrol dengan rangkaian
relay tersebut menjadi kurang efektif karena untuk memberikan perubahan sistem
memerlukan biaya yang besar serta tingkat kerumitan kerja yang tinggi. Akhirnya
muncul sistem kontrol berbasis komputer yang disebut dengan PLC (Programmable
Logic Controller) yang dapat memberikan solusi bagi permasalahan tersebut. Tulisan
ini melaporkan hasil penelitian berupa rancang bangun aplikasi PLC untuk
pengendalian konveyor pada pengepakan barang. Sistem yang dibangun, berupa
miniatur konveyor pengepakan barang yang dikendalikan PLC, dapat bekerja dengan
baik. Untuk melakukan perubahan sistem pengendaliannya cukup dengan mengubah
software yang diisikan ke dalam PLC.
Kata Kunci: PLC, konveyor, pengepakan produk.

1. Pendahuluan

Bidang industri biasa menggunakan proses penghitungan dan konveyor barang untuk mempermudah pengepakan barang. Proses penghitungan dan pengepakan barang ini bisa memanfaatkan fungsi pencacah (counter) dan pewaktu (timer) yang dimiliki oleh PLC (Programmable Logic Controller).
PLC muncul untuk memenuhi kebutuhan akan fleksibilitas sistem kontrol dalam menanggapi
perubahan sistem serta kebutuhan akan kepraktisan pengoperasian sistem kontrol. PLC merupakan sistem kontrol berbasis komputer, yaitu sebuah komputer mini yang dapat diprogram untuk mengolah input dan mengeluarkannya melalui terminal output sesuai yang
diharapkan. Dengan PLC, perubahan sistem dilakukan hanya dengan mengubah program yang ada di dalamnya. Program dibuat dan dimasukkan oleh operator melalui unit input berupa console atau PC (Personal Computer).
PLC dapat dibayangkan sebagai sebuah kotak yang di dalamnya terdapat ratusan atau ribuan relay, counter, timer dan lokasi penyimpan data. Relay, timer dan counter tersebut tidak ada secara fisik, melainkan berupa rangkaian semikonduktor yang sedemikian rupa sehingga dapat diprogram dan difungsikan sebagai relay, timer maupun counter.
Blok-blok penyusun PLC adalah CPU (Central Processor Unit), memori dan rangkaian yang sesuai untuk menerima data input/output.
Suatu sistem konveyor penge-pakan barang ditunjukkan pada gambar 1. Satu konveyor
menggerakkan box dan satu konveyor menggerakkan barang.

2. Perancangan

Sistem pada gambar 1 tersebut dirancang untuk dikendalikan dengan PLC dengan operasi sebagai berikut: Ketika tombol Start diaktifkan, terjadi proses pengisian produk ke dalam kotak dimana konveyor produk berjalan dan konveyor box berhenti. Setelah sensor produk dilintasi produk sejumlah 6 produk, konveyor produk berhenti dan konveyor box berjalan.
Konveyor box berhenti ketika sensor box mendeteksi kehadiran box berikutnya, dan konveyor produk kembali berjalan untuk mengisi box baru yang masih kosong. Proses ini terus berlangsung dan akan berhenti jika tombol stop diaktifkan. Diagram blok dari sistem
pengepakan barang yang dikendalikan PLC ditunjukkan pada gambar 2

2.1. Perancangan Software

2.1.1. Identifikasi Input dan Output.

Sistem ini memiliki 4 input, yaitu: tombol Start (PB1), tombol Stop (PB2), sensor barang dan sensor box dan 2 output, yaitu: motor konveyor barang dan motor konveyor box. Selanjutnya masing-masing input dan output tersebut dihubungkan dengan alamat I/O PLC. Pengalamatan input ditunjukkan dalam tabel 1 dan pengalamatan output ditunjukkan pada tabel 2.

2.1.2. Pembuatan software

Flowchart yang menunjukkan aliran kerja dari program yang dimasukkan ke dalam PLC ditunjukkan pada gambar 3. Pertama kali adalah deteksi penekanan tombol Start (PB1). Jika PB1 ditekan maka dilakukan pengecekan status sensor box, on atau off. Jika sensor box tidak aktif aktif (off) maka motor konveyor box diaktifkan (on) dan motor konveyor barang tidak
diaktifkan (off) sampai sensor box mendeteksi kehadiran box. Jika sensor box aktif (on) maka motor konveyor box tidak diaktifkan (off) dan motor konveyor barang diaktifkan sampai sensor barang mendeteksi kehadiran 6 barang. Proses tersebut terus berulang dan akan berhenti jika tombol Stop (PB2) ditekan.

Gambar 3. Diagram alir program pengendalian konveyor


Gambar 4. Diagram ladder konveyor
Tabel 3. Mnemonic program

Gambar 4 menunjukkan diagram ladder yang merupakan program yang dimasukkan ke PLC dengan menggunakan console. Pemasukkan ke PLC menggunakan instruksi yang berupa mnemonic yang ditunjukkan pada tabel 3.

2.2. Perancangan Hardware

2.2.1. Motor DC

Prototype konveyor ini tidak memerlukan motor yang mempunyai daya yang besar karena kerja dari konveyor ini tidak digunakan secara maksimal, motor DC yang berdaya kecil sudah mampu digunakan untuk menjalankan konveyor tersebut.

2.2.2. Sensor

Sensor berfungsi sebagai pendeteksi adanya barang/benda yang bergerak diatas konveyor. Sensor yang digunakan adalah diode laser dan phototransistor, dipilihnya komponen ini karena mudah didapat dan harganya terjangkau. Sepasang infrared sebagai sensor yang berfungsi sebagai penbangkit/pengendali saklar magnetik pada relay dihubungkan dengan input PLC.
Transmitter selalu mengirimkan sinyal pada receiver sehingga mengakibatkan terjadinya hubungan antara keduanya. Proses penghi-tungannya dilakukan dengan mendeteksi adanya perpotongan pada jalur infrared yang dibangkitkan transmitter dan diterima oleh receiver. Setiap perpotongan akan memberikan perubahan kondisi logika dari 0 ke 1 selama selang
waktu tertentu. Perubahan kondisi logika ini yang digunakan sebagai acuan perhitungan.

2.2.3. Relay Input dan Output


Untuk PLC omron ini digunakan relay yang mempunyai lima buah kaki dengan dua kaki meupakan kumparan kawat sebagai pembangkit medan magnet listrik (kaki 1, 2) dan tiga kaki yang lain berfungsi sebagai saklar (kaki 3, 4, 5). Dipilihnya jenis ini karena relay ini mempunyai dua buah saklar yang kerjanya saling bertolak belakang, bisa dikatakanjuga dalam relay ini mempunyai dua buah gerbang logika, gerbang AND dan gerbang NOT. Saat kaki 1, 2 tidak dialiri arus listrik maka kaki 3 akan terhubung dengan kaki (NOT) dan ketika kaki 1, 2 dialiri arus
listrik maka kaki 3 akan terhubung dengan kaki 4 (AND).
Jadi dapat disimpulkan saat kumparan dialiri arus listrik (ON) maka terjadi saklar Normally Open (AND) untuk kaki 4 dan saat kumparan tidak dialiri arus listrik (OFF) maka terjadi saklar Normally Close (NOT) untuk kaki5.
PLC omron ini dihubungkan dengan empat buah relay yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Dua relay dipasang pada input PLC dan dua yang lain pada output PLC. Relay pada input PLC berfungsi sebagai saklar input pada PLC yang mengacu pada keluaran infrared receiver, karena keluaran dari receiver kecil (3V DC) maka untuk menggerakkan saklar magnet
pada relay tersebut dibutuhkan rangkaian penguat agarrelay dapat bekerja.
Relay pada output PLC berfungsi sebagai penghubung antara arus listrik dari luar PLC. Relay
dipasang pada konveyor karena arus yang keluar dari PLC omron kecil (0,2amp) sehingga membutuhkan tegangan dari luar untuk dapat menggerakkan motor yang terpasang pada konveyor.

2.2.4. Hubungan antara Input PLC dengan Sensor

Sepasang sensor yang digunakan sebagai infrared trasmitter menggunakan dioda laser dan infrared receiver menggunakan photo transistor. Dioda laser yang berfungsi sebagai transmitter selalau mengirimkan sinyal pada photo transistor dimana berfungsi sebagai receiver, sehingga terjadi hubungan antar keduanya. Kondisi ini terjadi saat tidak ada benda yang melewati atau memotong jalur infrared, maka saat tidak ada perpotongan jalur infrared receiver akan mengeluarkan tegangan dan ketika ada sebuah benda yang memotong jalur infrared, maka receiver tidak mengeluarkan tegangan. Perbedaan kondisi ini nantinya akan digunakan sebagai pengendali relay. Pada saat tidak ada perpotongan jalur infrared (logika 0), maka receiver akan mengeluarkan tegangan yang diterima oleh R (resistor) yang terhubung dengan transistor (basis), sehingga gerbang kolektor dan emitter terhubungan. Terhubungnya kolektor dan
emitter mengkibatkan kumparan pada relay menjadi magnet dan mengakibatkan kaki 3 terhubung dengan kaki 4.
Pada kondisi seperti ini maka input PLC tidak terhubung dengan com PLC. Saat ada perpotongan jalur infrared (logika 1), receiver tidak mengeluarkan tegangan sehingga R (resistor) transistor (basis) tidak teraliri arus listrik, maka gerbang pada kolektor dan emitter tetap terbuka, sehingga kumparan pada relay tidak menjadi magnet dan kaki 3 tetap terhubung
dengan kaki 5. Pada kondisi seperti ini maka input PLC terhubung dengan com pada PLC.
2.2.5. Hubungan antara Output PLC dengan Motor

Saat output PLC mengeluarkan tegangan yang merupakan perintah untuk menjalankan motor, dialih fungsikan untuk mengaktifkan relay karena keluaran pada output PLC kecil (24V 0.2amp), meskipun dengan daya yang kecil sudah mampu untuk menjalankan motor DC, namun untuk lebih aman dan membuat PLC awet dipasang relay sebagai jembatan untuk power suply dari luar PLC untuk menjalankan motor pada konveyor. Cara pemasangan relay dapat dilihat pada gambar 8.

2.3. Pengujian dan Analisis

Pengujian dilakukan untuk mengetahui adanya kesalahan software ataupun hardware sehingga bisa dilakukan perbaikan program dan perangkat keras agar konveyor bisa bekerja seperti yang diharapkan.
Pengujian sistem secara keseluruhan pada awalnya menunjukkan beberapa kesalahan yang terjadi, antara lain:
1. Pada saat produk terakhir belum sampai ke dalam box, motor pada konveyor box sudah berjalan.
2. Putaran motor pada konveyor terlalu cepat.
Kesalahan-kesalahan tersebut kemudian dapat diatasi dengan cara:
1. Memberikan delay waktu sekitar 2-3 detik setelah barang ke-6 pada konveyor barang terdeteksi untuk menjalankan motor pada konveyor box agar produk yang terakhir tidak terlambat masuk ke dalam box. Cara lain adalah jarak antara konveyor produk dengan konveyor box dibuat rapat agar produk yang terakhir tidak terlambat masuk kedalam box.
2. Putaran motor yang terlalu cepat dapat diatasi dengan merubah (memperkecil) tegangan yang masuk ke motor, bisa juga dengan menambahkan tahanan geser pada motor, sehingga putaran motor dapat diatur kecepatannya.

3. Kesimpulan

Sistem yang dirancang yaitu aplikasi PLC untuk pengendalian konveyor pengepakan barang bisa
bekerja dengan baik sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Beberapa kesalahan kerja sistem yang ditemukan pada saat pengujian, yaitu:
1).Pada saat barang yang terakhir (ke-6) belum sampai ke dalam box, motor pada konveyor box sudah berjalan sehingga barang ke-6 tersebut tidak masuk ke box,
2).Putaran motor pada konveyor terlalu cepat.
Kedua masalah tersebut dapat diatasi dengan baik.


"Tjetjep"

Sumber : http://boomx.wordpress.com/category/modul-artikel/

Daftar Pustaka
[1] Sianu,A.Z.,1999, A Book They Pubhlished in Practical Machine, vol 1, 2nd edition, Erlangga

Perbaikan Tegangan

Perbaikan Tegangan untuk Konsumen

Hasyim Asy’ari, Jatmiko, Ivan Bachtiar Rivai
Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Surakarta



Abstrak

Salah satu persyaratan keandalan sistem penyaluran tenaga listrik yang harus
dipenuhi untuk pelayanan kepada konsumen adalah kualitas tegangan yang baik dan
stabil, karena meskipun kelangsungan catu daya dapat diandalkan, namun belum
mungkin untuk mempertahankan tegangan tetap pada sistem distribusi karena
tegangan jatuh akan terjadi disemua bagian sistem dan akan berubah dengan adanya
perubahan beban. Beban sebagaian besar memiliki faktor dya tertinggal, pada
dasarnya saat beban puncak daya reaktif yang dibutuhkan beban meningkat dan
dapat lebih besar dari yang dibangkitkan oleh sistem. Kekurangan daya reaktif ini
akan menyebabkan penurunan tegangan pada ujung penerimaan dimana konsumen
terhubung. Tegangan ujung penerimaan ini akan semakin rendah apabila jarak
konsumen ke pusat pelayanan cukup jauh. Apabila penurunan tegangan yang terjadi
melebihi batas toleransi yang diijinkan, maka secara teknis akan mengakibatkan
terganggunya kinerja peraltan listrik konsumen seperti berbagai jenis lampu, alat-alat
pemanas dan motor-motor listrik. Berdasarkan hubungan tegangan dan daya rekatif
tersebut, maka tegangan dapat diperbaiki dengan mengatur aliran daya reaktif.
Kapasitor pada sistem daya listrik menimbulkan daya reaktif, sehingga
pemasangannya pada sistem distribusi menjadikan losses akibat aliran daya reaktif
pada saluran dapat dikurangi sehingga kebutuhan arus menurun dan tegangan
mengalami kenaikan. Hasil pemasangan kapasitor di area kerja PT. PLN (Persero)
Distribusi cabang Surakarta ranting Jatisrono sebagai daerah rawan jatuh tegangan
didapatkan kenaikan tegangan sebesar ± 8% pada pemasangannya di Jaringan
Distribusi Primer dan didapatkan kenaikan tegangan sampai dengan ±6% pada
pemasangannya di Jaringan Distribusi Sekunder khususnya pada transformator
distribusi yang mengalami beban lebih. Dengan membandingkan batas toleransi
tegangan yang diijinkan yaitu ± 5 % dengan kenaikan tegangan yang didapatkan dari
pemasangan kapasitor, maka dapat diasumsikan tegangan telah dapat diperbaiki.

Kata Kunci: Tegangan, Kapasitor, Beban.

1. Pendahuluan

Dalam menyalurkan daya listrik dari pusat pembangkit kepada konsumen diperlukan suatu jaringan tenaga listrik. Sistem jaringan ini terdiri dari jaringan transmisi (sistem tegangan extra tinggi dan tegangan tinggi) dan jaringan distribusi (sistem tegangan menengah dan tegangan rendah). Dalam sistem distribusi pokok permasalahan tegangan muncul karena konsumen memakai peralatan dengan tegangan yang besarnya sudah ditentukan. Jika tegangan sistem terlalu tinggi/rendah sehingga melawati batas-batas toleransi maka akan mengganggu dan selanjutnya merusak peralatan konsumen.
Beban sistem bervariasi dan besarnya berubah-ubah sepanjang waktu. Bila beban meningkat maka tegangan diujung penerimaan menurun dan sebaliknya bila beban berkurang maka tegangan di ujung penerimaan naik.
Faktor lain yang ikut mempengaruhi perubahan tegangan sistem adalah rugi daya yang disebabkan oleh adanya impedansi seri penghantar saluran, rugi daya ini menyebabkan jatuh tegangan. Oleh karena itu konsumen yang letaknya jauh dari titik pelayanan akan cenderung menerima tegangan relatif lebih rendah, bila dibandingkan dengan tegangan yang diterima konsumen yang letaknya dekat dengan pusat pelayanan.
Perubahan tegangan pada dasarnya disebabkan oleh adanya hubungan antara tegangan dan daya reaktif. Jatuh tegangan dalam penghantar sebanding dengan daya reaktif yang mengalir dalam penghantar tersebut. Berdasarkan hubungan ini maka tegangan dapat
dieperbaiki dengan mengatur aliran daya reaktif.

2. Tinjauan Pustaka

Dalam teori listrik dikenal adanya besaran dan satuan listrik yaitu: Tegangan Listrik (beda potensial antara dua penghantar yang bermuatan listrik dalam Volt), Arus Listrik (muatan lsitrik yang mengalir pada suatu penghantar dari yang berpotensial tinggi ke rendah dalam Ampere), Frekuensi (banyaknya siklus atau periode gelombang berjalan arus listrik Bolak-balik selama satu detik dalam Hertz), Hambatan/ tahanan (hal-hal yang dapat menghambat proses mengalirnya arus listrik dalam Ohm). Daya Listrik (Daya semu dalam va, Daya nyata/aktif dalam watt, Daya reatif dalam var), Beban Listrik (Beban Resistif contoh lampu pijar, Beban induktif contoh transformator, motor listrik, Beban kapasitif contoh kapasitor). dari ketiga
Daya tersebut terdapat suatu hubungan yang dapat ditunjukkan pada gambar 1.
Perbandingan antara besar daya aktif dengan daya semu diseut faktor daya (cos θ), θ adalah sudut yang dibentuk antara daya aktif dan daya semu. Faktor daya ini terjadi karena adanya pergeseran fasa yang disebabkan oleh adanya beban induktif/kumparan dan atau beban kapasitif. Dalam teori listrik arus bolak-balik penjumlahan daya dilakukan secara vektoris, yang
dibentuk vektornya merupakan segitiga siku-siku, yang dikenal dengan segitiga daya. Sudut θ merupakan sudut pergeseran fasa, semakin besar sudutnya, semakin besar Daya Semu (S), dan semakin besar pula Daya Reaktif (Q), sehingga faktor dayanya (cosθ)semakin kecil. Daya reaktif adalah daya yang hilang, atau daya rugi-rugi sehingga semakin besar sudutnya atau semakin kecil faktor dayanya maka rugi-ruginya semakin besar.
2.1. Sistem Distribusi Daya Listrik

Sistem tenaga listrik merupakan suatu sistem yang terpadu oleh hubungan-hubungan peralatan dan komponen listrik seperti: generator, transformator, jaringan tenaga listrik dan beban-beban listrik atau pelanggan. Pendistribusian tenaga listrik adalah bagian dari suatu proses sistem tenaga listrik yang secara garis besar dapt dibagi menjadi tiga tahap yaitu:
1. Proses produksi di pusat-pusat pembangkit tenaga listrik (PLTA, PLTG, PLTU)
2. Proses penyaluran daya/transmisi dengan tegangan tinggi (30, 70, 150, 500 KV) dari pusat-pusat pembangkit ke gardu-gardu induk
3. Proses pendistribusian tenaga listrik dengan tegangan menengah/melalui jaringan Distribusi
primer (misal 11 atau 20 KV) dan tegangan rendah/jaringan distribusi sekunder (110, 220, 380
Volt)

Jaringan distribusi adalah semua bagian dari suatu sistem yang menunjang pendistribusian tenaga listrik yang berasal dari gardu-gardu induk. Sedangkan komponen-komponen jaringan distribusi adalah Jaringan distribusi primer (suatu jaringan dengan sistem 20 KV), gardu distribusi (suatu sistem dengan peralatan utama trafo untuk menurunkan tagangan), jaringan
Distribusi sekunder (suatu jaringan dengan sistem tegangan 110V, 220V, 380V). Klasifikasikan Jaringan distribusi menurut strukturnya
1. struktur jaringan radial
2. struktur jaringan loop
3. struktur jaringan spindel

2.2. Karakteristik Beban

Sifat umum beban, karakteristiknya ditentukan oleh faktor kebutuhan beban maksimum (demand factor), faktor beban (load factor) dan faktor diversitas. Dalam praktek listrik diperjual belikan berdasarkan kebutuhan yang dalam kenyataan kebutuhan rata-rata yang tercatat
pada periode tertentu biasanya 15, 30, 60 menit. Periode 30 menit sering disarankan karena tidak ada denda yang besar untuk kelalaian puncak untuk waktu yang pendek dan adanya bermacam-macam konstanta waktu pemanasan peralatan listrik seperti misalnya motor listrik. Selain itu kebanyakan meter peralatan menyediakan pencatatan kebutuhan 30 menit.
Kebutuhan maksimum/beban puncak suatu instalasi/sistem biasanya dinyatakan sebagai harga terbesar tingkat kebutuhan 30 menit pada periode tertentu, seperti misalnya satu bulan atau satu tahun. Faktor Beban adalah jumlah satuan yang dipakai pada suatu periode yang ditentukan dibagi kebutuhan maksimum dikali jam pada periode yang sama

2.3. Sistem Regulasi Tegangan

Jatuh tegangan adalah selisih antara tegangan ujung pengiriman dan tegangan ujung penerimaan, jatuh tegangan disebabkan oleh hambatan dan arus, pada saluran bolak-balik besarnya tergantung dari impedansi dan admitansi saluran serta pada beban dan faktor daya.
Jatuh tegangan relatif dinamakan regulasi tegangan dan dinyatakan dengan rumus:
Vs = Tegangan ujung pengiriman (volt)
Vr = Tegangan ujung penerimaan (volt)

Q = var
S = va
P = watt

Saluran daya umumnya melayani beban yang memiliki faktor daya tertinggal. Faktor-faktor yang mendasari bervariasinya tegangan sistem distribusi adalah:
− konsumen pada umumnya memakai peralatan yang memerlukan tegangan tertentu
− letak konsumen tersebar, sehingga jarak tiap konsumen dengan titik pelayanan tidak sama
− pusat pelayanan tidak dapat diletakkan merata atau tersebar
− terjadi jatuh tegangan
faktor b, c, dan d menyebabkan tegangan yang diterima konsumen tidak selalu sama. Konsumen yang letaknya jauh dari titik pelayanan akan cenderung menerima tegangan relatif lebih rendah dibandingkan dengan konsumen yang letaknya dekat dengan pusat pelayanan. Metoda-metoda yang digunakan untuk memperbaiki regulasi tegangan saluran distribusi
− penerapan regulator tegangan otomatis dalam gardu induk distribusi
− pemasangan kapasitor dalam gardu induk
− penerapan regulator tegangan otomatis dalam saluran distribusi primer
− pemasangan kapasitor paralel dan kapasitor seri dalam saluran distribusi primer
− pemakaian transformator berpeubah sadapan (tap changing transformer)

2.4. Kapasitor

Kapasitor adalah komponen yang hanya dapat menyimpan dan memberikan energi yang terbatas yaitu sesuai dengan kapasitasnya, pada dasarnya kepasitor terdiri atas dua keping sejajar yang dipisahkan oleh medium dielektrik. Model matematis kapasitor adalah:


2.5. Kapasitor pada Jaringan Distribusi

Kapasitor pada sistem daya listrik menimbulkan daya reaktif untuk memperbaiki tegangan dan faktor daya, karenanya menambah kapasitor sistem akanmengurangi kerugian. Dalam kapasitor seri daya reaktif sebanding dengan kuadrat arus beban, sedang pada kapasitor paralel sebanding dengan kuadrat tegangan.
Pemasangan peralatan kapasitor seri dan paralel pada jaringan distribusi mengakibatkan losses akibat aliran daya reaktif pada saluran dapat dikurangi sehingga kebutuhan arus menurun dan teganganmengalami kenaikan sehingga kapasitas sistem bertambah.
Kapasitor seri tidak digunakan secara luas dalam saluran distribusi, karena adanya berbagai permasalahan (resonansi distribusi, resonansi fero dalam transformator dan resonansi subsinkron selama starting motor) dan sistem yang lebih komplek.


Biaya pemasangan kapasitor seri jauh lebih mahal daripada kapasitor paralel, dan biasanya kapasitor seri dirancang dengan kapasitas yang lebih besar dengan tujuan untuk mengantisipasi perkembangan beban untuk masa-masa yang akan datang. Hal-hal tersebut menjadi alasan utama sehingga dalam sistem distribusi yang dibahas banya kapasitor paralel. Manfaat penggunaan kapasitor paralel:
− mengurangi kerugian
− memperbaiki kondisi tegangan
− mempertinggi kapasitas pembebanan jaringan
Kapasitor paralel membangkitkan daya reaktif negatif (panah kebawah) dan beban membangkitkan daya reaktif positif (panah keatas), jadi pengaruh dari kapasitor adalah untuk mengurangi aliran daya reaktif di dalam jarigan sehingga daya reaktif yang berasal dari sistem menjadi
Q2 (total) = Q1 (beban) – Qc.
Qc adalah daya reaktif yang dibangkitkan oleh kapasitor paralel.
keuntungan:
1. Arus I berkurang dan karenanya kerugian I2 R berkurang
2. % kenaikan tegangan
Q kap = KVAR
X = Reaktansi jaringan (ohm)
V = tegangan nominal (kv antar fasa)

3. karena arus berkurang untuk suatu daya (kw) maka jaringan, trafo dan sebagainya agak
berkurang beban kva nya. Jadi jaringan mampu mensuplai permintaan yang lebih tinggi.

3. Metode Penelitian

1. Metode studi kasus, yaitu dari kasus yang ada di wilayah PT. PLN (Persero) distribusi cabang
Surakarta
2. Survei data-data jaringan yang menjadi lingkup wilayah Surakarta
3. Menganalisa hasil data survei dengan teori yang ada.

4. Analisa dan Perhitungan Hasil Pengukuran

1. Pengukuran tegangan sebelum dan setelah pemasangan kapasitor dapat dilihat pada tabel 1
2. Pengukuran Arus sebelum dan setelah dapat dilihat dalam tabel 2
Dari hasil pengukuran tegangan didapatkan bahwa tegangan mengalami kenaikan. Kenaikan ini disebabkan karena beban induktif dari beban telah terkompensir oleh kapasitor sehingga beban yang tertinggal hanya beban resistif, dengan demikian kebutuhan konsumsi arus akan menurun yang berakibat pula rugi-rugi pada media penghubung antara sumber ke beban menjadi
berkurang dan tegangan menjadi naik.
Dari hasil pengamatan arus pada tabel diatas terlihat bahwa pada hasil pengukuran arus terjadi
penurunan dan kenaikan hal ini dikarenakan adanya fluktuasi beban yang berbeda antara sebelum dipasang kapasitor dengan setelah kapasitor, tapi bila kita amati secara keseluruhan maka pada pengukuran arus akan cenderung menurun.

5. Kesimpulan

1. Tegangan yang rendah di PLN Wilayah Ranting Jatisrono disebabkan karena jauhnya jarak
konsumen dari pusat pelayanan disamping itu, seperti halnya di daerah pusat beban lainnya, di
area kerja PLN Ranting Jatisrono banyak terdapat trafo distribusi yang mengalami beban lebih
2. Usaha yang dilakukan untuk memperbaiki tegangan di PLN rangting Jatisrono adalah dengan
pemasangan kapasitor paralel
3. Penempatan kapasitor paralel untuk tegangan menengah adalah feeder/penyulung utama yang terhubung ke beban di PLN wilayah ranting jatisrono, karena tegangan yang rendah pada
jaringan tegangan menengah akan mengakibatkan rendahnya tegangan pada jarigan tegangan rendah
4. Dari hasil perhitungan dan pengamatan pemasangan kapasitor untuk tegangan menengah
seperti tabel 1 dapat disimpulkan bahwa regulasi tegangan setelah dipasang kapasitor tidak mencapai lebih dari 2 % dalam artian tegangan mengalami kenaikan sebesar ± 8 %, sehingga dapat diasumsikan tegangan telah dapat diperbaiki.
Perbedaan antara hasil perhitungan dan pengamatan tegangan dan arus terjadi karena adanya
kemungkinan fluktuasi beban yang berbeda antara sebelum dipasang kapasitor dengan setelah
dipasang kapasitor.
5. pengukuran tegangan dan arus setelah pemasangan kapasitor tegangan rendah seperti pada tabel 2 dan tabel 3, terlihat bahwa tegangan mengalami kenaikan sampai dengan 6%, dan arus mengalami penurunan sampai dengan 59%. Penurunan arus dan kenaikan tegangan ini disebabkan karena beban induktif dari beban telah terkompensir oleh kapasitor sehingga beban yang tinggal hanya beban resistif, dengan demikian kebutuhan konsumsi arus akan menurun yang berakibat pula rugi-rugi pada media penghubung antara sumber ke beban menjadi
berkurang dan tegangan menjadi naik. Kenaikan tegangan sampai dengan 6% ini memberikan hasil yang cukup menentukan pada usaha perbaikan tegangan yang dilakukan
6. Karena aus berkurang untuk suatu daya (Kw), maka jaringan maupun trafo-trafo distribusi agak berkurang beban Kva-nya. Jadi dengan demikian perbaikan tegangan secara tidak langsung dapat meningkatkan kemampuan suplai permintaan daya yang lebih tinggi.



"Tjetjep"

Sumber : http://boomx.wordpress.com/category/modul-artikel/

Daftar Pustaka
[1] Hutauruk, T.S, Prof. Ir. M. Sc, 1996, Transmisi Daya Listrik, Erlangga.
[2] Pabla, A. S, 1996, Sistem Distribusi Daya Listrik, Jakarta, penerbit Erlangga
[3] Pusdiklat, 1996, Jaringan Distribusi, PLN Distribusi Jawa Tengah
[4] Pusdiklat, 1995, Teknik Distribusi, PT, PLN. (Persero) Distribusi Jawa Tengah
[5] Stevenson, W.D, 1996, Analisa Sistem Tenaga, Jakarta, Penerbit Erlangga
[6] Zuhal, 1995, Dasar Teknik Listrik dan Elektronika Daya, Jakarta, Penerbit PT. Gramedia.

Rabu, 30 Juli 2008

New RIO I/O Controller with Bipolar Analog I/O


Galil has introduced a new version of its RIO smart I/O controller
which provides higher range and resolution of the analog inputs and
outputs. The new RIO-47120 provides 8 analog inputs and 8 analog
outputs with user programmable ranges of 0 to 5V, 0 to 10V, +/-5V and
+/-10V. The default analog resolution is 12-bits, with 16-bits
available as a factory option. The RIO-47120 has all the features of
the RIO-47100 but with this enhanced analog I/O capability. Both RIO
models combine analog and digital I/O with intelligent processing in a
compact, cost-effective unit.



On-Board Intelligence

Galil’s RIO controllers are
intelligent I/O controllers with Ethernet communication. They can
operate as either a ModBus master or slave allowing them to communicate
with multiple devices including PLCs and Galil’s Ethernet motion
controllers. An internal RISC processor handles I/O logic with ease.
Features include arithmetic and logical processing, symbolic variables,
arrays, program memory with multitasking, event triggers, and email
capability. Galil’s two letter command language makes programming the
RIO quick and easy and a web interface is also provided for graphical
display of RIO status. The RIO is also fast, processing commands in
about 40 microseconds.


Analog and Digital I/O

In addition to on-board intelligence
and non-volatile memory, the RIO provides numerous analog and digital
I/O including 8 analog inputs, 8 analog outputs, 16 isolated inputs, 8
high power isolated outputs and 8 low-power isolated inputs. Multiple
RIO units can be connected to an Ethernet network allowing for simple
I/O expansion. The RIO can be powered by Power-Over-Ethernet (PoE) for
driving lower power devices, or an external 18-36 VDC supply can be
used.


Process Control Loops

A useful feature of the RIO when
working with analog I/O is the internal process control loops complete
with PID filtering. These are handy for applications which require
tight control of an analog process such as temperature control. The RIO
provides special commands used for the process control loop as shown in
the Table below. The user can specify the set point with the PS command
and the loop rate with the CL command in addition to the PID
parameters. Process loop times as low as 1 msec can be programmed.



  • Command
  • Description
  • AF
  • Analog input for feedback
  • AZ
  • Analog output for control
  • KP,KI,KD
  • PID parameters
  • IL
  • Integrator limit
  • DB
  • Dead band
  • CL
  • Control Loop update rate
  • PS
  • Commanded set point
  • TE
  • Tell error


Example

Consider an example of a process control loop used to
precisely control the temperature of an oven. A temperature sensor is
used for the analog feedback. The RIO compares the set point with the
feedback and applies PID filtering to minimize the error. The resulting
analog output is then applied to the heater for closed loop control.
The figure below shows the block diagram of the closed-loop system.



Below is the actual RIO program for the temperature control.



  • #Process
  • CL 25; '25 msec update rate
  • AF 0; 'analog input 0 as feedback
  • AZ 0; 'analog output 0 as control
  • KP 1; 'proportional gain to 1
  • KD 10; 'derivative gain to 10
  • KI .5; 'integral gain to .5
  • DB .1; 'dead band of .1V
  • PS 1.8; 'set-point at 1.8V


Note that CL sets the loop rate at 25 msec, although a slower
update rate could have been chosen due to the slow nature of the
temperature response. The set point is set at 1.8 Volts with the
command PS 1.8. The dead band command is used to prevent the system
from responding to minor disturbances.